Thursday 26 January 2023

 

DAMPAK COVID19 PADA KESEHATAN MENTAL

DAN HUBUNGAN KELUARGA

 


 

 

 

 

 


 


Dhiya Fissilmie

20220701058

 

Fakultas Psikologi

 2022

 

 


 

1. PENDAHULUAN

Corona Virus Disease 2019 atau biasa disingkat COVID-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2. Orang dengan gejala COVID-19 biasanya mengalami demam, batuk kering, dan kesulitan bernapas. Covid-19 pertama kali ditemukan pada manusia di Wuhan China, Desember 2019 (Kemkes RI, 2023). Covid-19 sendiri baru masuk ke Indonesia satu tahun kemudian, tepatnya pada Senin 2 Maret 2020. Nama Indonesia masuk dalam daftar negara terjangkit virus corona setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan virus corona Wuhan telah menginfeksi dua warga negara Indonesia, tepatnya di Kota Depok, Jawa Barat (Fadli, 2021).

Dalam penanganan pandemi, Pemerintah melindungi kesehatan masyarakat dengan membatasi mobilitas, kampanye 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak), dan vaksinasi. Program vaksinasi sendiri bertujuan untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 dengan membentuk kekebalan komunal (herd immunity) yang kemudian bertransformasi menjadi perlindungan kelompok (herd protection) (Kemenko Perekonomian RI, 2023).

Kebijakan-kebijakan tersebut memberikan banyak dampak positif dalam mengurangi penyebaran covid, terbukti dari jumlah kasus aktif per 27 September 2021 sebanyak 40.270 kasus, atau mengalami penurunan sebesar 93% dari data puncak kasus aktif per 24 Juli 2021 yang sebanyak 574.135 kasus (Moegiarso, 2021). Namun di sisi lain, kebijakan yang ada memberikan dampak negatif secara ekonomi kepada keluarga. Salah satu dampaknya adalah berkurangnya kesempatan kerja di masa pandemi. Banyak orang tua yang lebih memilih anaknya berhenti sekolah dan memilih mempekerjakan anak untuk membantu ekonomi keluarga akibat krisis ekonomi yang terjadi. Menurut Rozali et al. (2021), pandemi Covid-19 secara keseluruhan memaksa banyak orang, dari hampir semua lapisan masyarakat, mengadopsi kebiasaan baru. Kebiasaan baru tersebut meliputi pola interaksi baru seperti social distancing, pembatasan tatap wajah, dan memindahkan mayoritas kegiatan menjadi daring.

Selain dampak ekonomi, kondisi dan kebijakan pemerintah selama periode Covid-19 memberikan risiko non-ekonomi. Mereka yang menderita Covid dan harus menjalani isolasi selama lockdown, misalnya, menghadapi risiko penurunan kesehatan mental. Tak hanya itu, banyak juga orangtua yang tidak dapat melihat peran sekolah dalam proses belajar mengajar jika proses pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka. Akibatnya, terjadi penurunan capaian belajar anak, kekerasan pada anak dan risiko eksternal lainnya (‘3 Potensi’ 2021).  (‘3 Potensi’ 2021). Meski pandemi secara tidak langsung memberikan kesempatan bagi orang tua untuk lebih mengenal anaknya, menyesuaikan diri satu sama lain, dan memecahkan masalah bersama, menghabiskan waktu 24 jam di rumah setiap hari juga rentan menimbulkan berbagai gesekan dan konflik di dalam keluarga (‘Dampak Positif’, 2020).

Mengingat kemungkinan dampak non-ekonomi dari kondisi dan kebijakan selama Covid-19 pada paparan di atas, makalah ini mencoba menelaah lebih jauh mengenai dampak Covid-19 tersebut pada kesehatan mental dan hubungan keluarga.

 

2. KAJIAN PUSTAKA

Kesehatan mental dapat didefinisikan sebagai keadaan kesejahteraan mental yang memungkinkan orang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuan mereka, belajar dengan baik, bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada komunitas (WHO, 2022a). Kesehatan mental yang baik dapat ditandai dengan jiwa seseorang yang tenang dan damai, yang memungkinkan seseorang untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, ketika kesehatan mental seseorang terganggu, maka ia akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, dan kesulitan mengendalikan emosi, yang pada akhirnya dapat menimbulkan perilaku buruk (Kemkes RI, 2018).

Faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan mental meliputi faktor biologis, seperti keterampilan emosional serta genetika dan psikologis individu. Selain itu, gangguan kesehatan mental juga dapat dipengaruhi perubahan struktur dan/atau fungsi otak (WHO, 2022b). Faktor biologis sendiri meliputi gangguan pada fungsi sel saraf di otak, infeksi, kelainan bawaan atau cedera pada otak, kerusakan otak, kekurangan oksigen pada otak bayi saat proses persalinan, riwayat gangguan mental pada orang tua atau keluarga, penyalahgunaan NAPZA, seperti heroin dan kokain, dalam jangka panjang dan kekurangan nutrisi. Sedangkan faktor psikologis meliputi peristiwa traumatik,  kehilangan, perceraian, perasaan rendah diri, tidak mampu, marah, atau kesepian (Pittara, 2022).  Tidak hanya faktor psikologis yang telah disebutkan di atas, WHO (2022c) juga menyatakan bahwa berada pada situasi pandemi Covid-19 bisa menjadi faktor pemicu stres yang kemudian membuat seseorang lebih rentan mengalami gangguan mental.

Masalah kesehatan mental sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu stres (stress), gangguan kecemasan (anxiety), dan depresi (depression). Ciri-ciri individu yang mengami stres biasanya akan tampak gelisah, cemas, mudah tersinggung, konsentrasi terganggu, dan berkurangnya motivasi. Berbeda dengan stres yang memiliki banyak ciri, gangguan kecemasan adalah kondisi psikologis yang dapat dicirikan ketika seseorang mengalami rasa cemas berlebihan secara terus menerus dan sulit dikendalikan. Sementara itu, depresi dapat dicirikan dengan gangguan suasana hati yang menyebabkan penderitanya merasa sedih berkepanjangan (Kemkes RI, 2018).

Semua golongan umur memiliki potensi terkena gangguan kesehatan mental. Namun patut dicermati bahwa periode perkembangan adalah yang paling sensitif mengalami penurunan kesehatan mental, terutama masa kanak-kanak. Pola asuh yang kasar dan hukuman fisik diketahui merusak kesehatan anak-anak dan intimidasi merupakan faktor risiko utama untuk menurunnya kondisi kesehatan mental (WHO, 2022b).

 

3. PEMBAHASAN

Covid-19 dan seluruh kebijakannya yang terkait telah banyak berdampak kepada pola interaksi dan kesehatan keluarga. Salah satunya adalah bombardir berita tentang Covid19, yang menjadi sumber stress dan menjadi pemicu ketidakberfungsian kesehatan mental keluarga seperti yang dipaparkan oleh Anwar (2020) (dalam Rozali et al., 2021).

Kristiyani & Khatimah, (2020) menyatakan bahwa telah terjadi perubahan pada beberapa aspek yang memaksa individu dan keluarga tempat individu tinggal untuk beradaptasi dengan situasi dan kondisi saat ini. Pandemi global yang terjadi saat ini menimpa sebagian besar keluarga, baik kelas bawah, menengah, maupun atas. Keluarga juga dituntut untuk mampu mengatasi setiap masalah dan tantangan, seperti kondisi keuangan yang menurun, kesehatan yang dapat membuat keluarga merasa cemas, khawatir, stres, dan lain sebagainya. 

Menurut Rozali et al. (2022), perubahan kebiasaan di masa pandami telah berdampak pada kesiapan diri siswa dan psikologis siswa. Banyak faktor yang mempengaruhi kesiapan diri siswa dalam menghadapi new normal, salah satu faktor terpenting adalah faktor psikologis siswa. Faktor psikologi tersebut meliputi faktor internal dan eksternal. Contoh faktor psikologis internal adalah kemampuan siswa dalam mengontrol hasrat belajar dan diterminasi diri sedangkan faktor psikologis eksternal adalah keluarga.

Penelitian yang dilakukan oleh Rozali et al. (2022) membuktikan bahwa keberfungsian keluarga berpengaruh terhadap kesiapan belajar siswa di masa pandemi Covid-19. Lingkungan terdekat siswa, keluarga memiliki peranan dan fungsi yang besar dalam perkembangan anak secara optimal. Selain itu mengikuti aktivitas belajar kesiapan belajar siswa menjadi penting karena siswa yang memilki kesiapan belajar akan cenderung memiliki prestasi yang baik. Karena siswa yang memiliki kesiapan akan lebih siap mengikuti dan melaksanakan kegiatan belajar. Siswa tersebut juga akan lebih bersedia mengikuti peraturan, menjalankan tuntutan tugas yang diberikan guru maupun pihak sekolah. Berbeda dengan siswa yang tidak memiliki kesiapan belajar yang baik, siswa dapat mengalami kesulitan dan hambatan dalam mengikuti proses belajar dan kesulitan mencapai target.

Selain itu, Kristiani et al. (2022) juga memaparkan di masa pandemi Covid-19 ini membuat kegiatan belajar siswa beralih menjadi kegiatan pembelajaran secara daring yang menuntut para orang tua untuk terus mendampingi, mengasuh, dan mendidik anaknya di rumah. Sholikah & Hanifah (2021) dan Kristiani et al. (2022) juga menegaskan mengenai pentingnya peran orang tua dalam membantu anak. Peran orang tua yang harus dijalankan tersebut terbagi menjadi lima, yaitu sebagai fasilitator, pendamping, pembimbing, motivator dan direktur. Kelima peran tersebut ketika dijalankan orang tua dengan baik dapat mendorong keefektifan pembelajaran dirumah. Tetapi karena di sisi lain orang tua juga memilki kesibukan sendiri seperti bekerja dan lainnya, maka dari itu orang tua dituntut untuk menjadi orang tua yang cerdas dan kreatif. Karena pola pengasuhan orang tua yang kreatif membuat anak tetap bisa terlibat dalam pembelajaran jarak jauh dengan nyaman serta memberikan ruang agar anak dapat mengekspresikan emosi dan melepaskan beban mereka. Selain itu, Choi et al. (2020) menemukan bahwa orang tua yang menerapkan pendidikan kreatif, seperti melibatkan unsur seni dan budaya menunjukan dapat membantu perkembangan pendidikan anaknya menjadi lebih berkembang secara optimal (dalam Kristiani et al., 2022) Karena itu pengalaman kreatif penting untuk perkembangan psikososial dan kesejahteraan anak-anak  (psychological well being).



DAFTAR PUSAKA

 

Dampak Positif-Negatif Pandemi pada Hubungan Keluarga. (2020). https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200514141751-284-503363/dampak-positif-negatif-pandemi-pada-hubungan-keluarga. Retrieved:

3 Potensi Dampak Sosial Negatif Pandemi COVID-19 Bagi Peserta Didik yang Harus Diwaspadai. (2021). https://ditsmp.kemdikbud.go.id/3-potensi-dampak-sosial-negatif-pandemi-covid-19-bagi-peserta-didik-yang-harus-diwaspadai/

Fadli, R. (2021). Begini Kronologi Lengkap Virus Corona Masuk Indonesia. https://www.halodoc.com/artikel/begini-kronologi-lengkap-virus-corona-masuk-indonesia%5C

Kemenko Perekonomian RI. (2023). Berisikan Lini Masa Kebijakan dan Dinamika Penanganan Pandemi, Pemerintah Luncurkan Buku Vaksinasi Covid-19. https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4437/berisikan-lini-masa-kebijakan-dan-dinamika-penanganan-pandemi-pemerintah-luncurkan-buku-vaksinasi-covid-19#:~:text=Dalam penanganan pandemi%2C Pemerintah melakukan,menjaga jarak)%2C dan vaksinasi

Kemkes RI. (2018). Pengertian Kesehatan Mental. https://promkes.kemkes.go.id/pengertian-kesehatan-mental

Kemkes RI. (2023). Apa Saja Gejala Covid19. https://infeksiemerging.kemkes.go.id/uncategorized/qna-pertanyaan-dan-jawaban-terkait-covid-19

Kristiani, R., Lunanta, L. P., Kiswanto, G. S., & Ardani, A. (2022). Psikoedukasi: Menjadi ORangtua Yang Cerdas dan Kreatif Di Masa Pandemi. 5(1). file:///C:/Users/dhiya/Downloads/1199-2879-1-SM (1).pdf

Kristiyani, V., & Khatimah, K. (2020). Pengetahuan Tentang Membangun Resiliensi Keluarga Ketika Menghadapi Pandemi Covid-19. Pengetahuan Tentang Membangun Resiliensi Keluarga Ketika Menghadapi Pandemi Covid-19 Jurnal Abdimas, 6(4), 232.

Pittara. (2022, April 20). Gangguan Mental. https://www.alodokter.com/kesehatan-mental

Rozali, Y. A., Sitasari, N. W., & Lenggogeni, A. (2021). Meningkatkan Kesehatan Mental Di Masa Pandemic. Jurnal Pengabdian Masyarakat AbdiMas, 7(2). https://doi.org/10.47007/abd.v7i2.3958

Rozali, Y. A., Sitasari, N. W., & Safitri, M. (2022). Pentingnya Keberfungsian Keluarga Dalam Membentuk Kesiapan Belajar Siswa Di Masa Pandemi Covid-19. 32–38. file:///C:/Users/dhiya/Downloads/215-620-2-PB.pdf

WHO. (2022a). Mental Health and COVID-19: Early evidence of the pandemic’s impact. https://www.who.int/publications/i/item/WHO-2019-nCoV-Sci_Brief-Mental_health-2022.1

WHO. (2022b). Mental health: strengthening our response. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-our-response

WHO. (2022c, June 8). Mental disorders. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-disorders